Menjelajahi Belantara Manggarai Dengan Oto Kol
Daerah Flores Manggarai adalah daerah yang mempunyai medan jalan yang berat karena itu warga Suku Manggarai mempunyai transportasi kendaaran andalan yaitu Oto Kol. Suara
musik terdengar semakin keras, ketika truk itu mendekat. Suara itu
berasal dari dua buah speaker yang dipasang di bagian depan bak truk.
Tidak seperti truk lain, truk itu memiliki bak yang sudah dimodifikasi
dengan menambahkan atap dan beberapa baris bangku kayu dengan sandaran
sebagai tempat duduk. Di Flores, truk semacam itu dinamakan bus kayu
atau Oto Kol ( kata berasal dari jenis truk “Colt Diesel”).
Oto Kol memang ditujukan sebagai angkutan umum untuk mengangkut
masyarakat pedesaan. Jenis kendaraan ini sangat cocok digunakan untuk
menjelajahi medan Flores yang merupakan daerah pegunungan dengan
infrastuktur yang masih minim.
Manggarai Timur, salah
satu kabupaten di pulau Flores yang terbilang masih muda. Di kabupaten
yang baru terbentuk pada 2007 itu, kondisi infrastrukturnya dapat
dikatakan masih belum memadai. Jalan “raya” menuju suatu kota kecamatan
saja berupa jalan aspal rusak (parah) dengan lebar tak lebih dari 4
meter. Untuk jalan menuju pedesaan, berupa jalan makadam atau hanya
jalan tanah dengan bebatuan yang disusun seadanya. Untuk medan yang kata
orang sana “setengah mati” ini hanya dapat dilalui kendaraan gardan
ganda. Truk atau Oto Kol merupakan pilihan terbaik untuk transportasi
massal di daerah ini.
Mulai dari pagi buta
hingga malam, Oto Kol mengangkut pelanggan setianya. Jam 3 pagi, Oto Kol
sudah keluar kandang untuk menjemput penumpang. Hal itu dilakukan untuk
melayani penumpang yang hendak ke pasar di kota terdekat. Tak jarang,
sopir maupun kernetnya harus “menjemput paksa” penumpang dari rumahnya.
Mereka harus menggedor pintu rumah calon penumpang yang sedang terlelap
nyenyak. Dasar penumpang tak tahu diri! Padahal mereka sudah request untuk dijemput dan sudah diberitahu sebelumnya kalau Oto Kol akan datang sekitar jam 3 pagi.
Untungnya bang sopir dan bang kernet pengertian, dengan sabar mereka
menjemput dan menunggu penumpangnya (kisah nyata! Pengalaman pribadi).
Ketiadaan angkutan lain, membuat Oto Kol menjadi angkutan favorit di daerah ini. Dengan tarif yang relatif murah,
Oto Kol siap mengantar penumpang meski harus melewati jalan raya (jalan
aspal rusak parah, banyak lubang, sempit, berkelok, dengan jurang
menganga di satu sisi dan tebing rawan longsor di sisi lainnya) maupun
jalan tanah berbatu khas pegunungan Manggarai. Tarif sebesar itu
terbilang efisien mengingat medan yang harus ditempuh. Oto Kol juga
dapat menampung barang bawaan penumpang yang seabreg. Berdus-dus dan
berkarung-karung (entah apa isinya, saya tidak cukup kepo untuk menanyakan benda yang ada di dalam karung itu) barang bawaan penumpang biasanya diletakkan di bagian depan.
Kebanyakan dari
penumpangnya adalah warga desa yang secara rutin berangkat ke kota untuk
berbagai macam keperluan. Maka tak heran jika para penumpang terlihat
akrab karena mereka tak lain adalah tetangga sendiri dan bertemu lagi
dalam satu bangku (lu lagi, lu lagi). Namun sepertinya Oto Kol bukanlah
tempat yang nyaman untuk ngobrol dengan sesama penumpang selama di
perjalanan. Musik yang disetel sangat keras lah
alasannya. Mulai dari lagu ambon, dangdut koplo hingga hip-hop terdengar
bergantian. Beberapa angkutan umum di Flores seperti angkot, travel dan
bahkan becak memang “full musik”. Nampaknya, musik sudah menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari warga Flores.
Tanpa
penutup di bagian samping, hawa dingin disertai angin pegunungan dengan
leluasa menyusup ke kulit menembus dua lapis pakaian yang saya pakai.
Meski agak menggigil, musik yang disetel keras-keras dapat sedikit
“menghangatkan” suasana.
Bukit-bukit
terlihat memantulkan cahaya keemasan matahari pagi. Dingin pun sirna,
berganti kehangatan yang mengiringi terbitnya sang surya. Keelokan bumi
Manggarai mulai tersibak. Kabut tipis menggantung di atas lembah
membiaskan cahaya mentari yang makin meninggi. Jajaran bukit hijau,
serasi dengan birunya langit, dihiasi gradasi warna sinar matahari yang
terbias di awan. Dedaunan terlihat segar bermandikan embun pagi. Kicauan
burung menyemarakkan pagi yang sunyi. Hanya dengan menumpang Oto Kol
kita bisa secara leluasa menikmati keindahan alam dan merasakan sejuknya
udara pegunungan Manggarai.
Bisa
dikatakan Oto Kol merupakan angkutan perintis yang dapat menembus desa
terpencil dengan akses jalan yang masih terbatas. Oto Kol juga menjadi
pilihan utama warga untuk mengangkut hasil panen yang biasanya berupa
biji kopi untuk dijual di kota. Namun, tak setiap hari Oto Kol bisa
menjangkau desa terpencil. Jika hujan, sopir tidak berani membawa oto ke
desa terpencil. Jalan terjal berbatu akan sangat licin jika diguyur
hujan. Ditambah lagi tanah becek yang menutupi sebagian jalan. Biasanya,
sopir akan menunggu sampai jalan dipastikan kering dan aman untuk
dilalui. Diperlukan kemampuan khusus dan kehati-hatian yang tinggi dalam
mengendarai Oto Kol di medan seperti itu.
Warga desa di
pegunungan Manggarai sangat terbantu dengan angkutan umum macam ini.
Mereka bisa jadi akan terisolasi jika tidak ada Oto Kol yang masuk ke
desanya. Adanya Oto Kol mempermudah mobilitas warga yang berasal dari
desa terpencil menuju ke kota maupun sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar